Teks Khutbah Jum’at “Kiprah Santri dan Masa Depan Indonesia”
Teks Khutbah Jum’at
“Kiprah Santri dan Masa Depan Indonesia”
Oleh Dr. Derysmono, B.Sh., S.Pd.I., M.A.
(Wakil Ketua 1 STAI Dirosat Islamiyah Al-Hikmah Jakarta, CEO adaustadzh.com, Direktur surat kabar lintasiman.com, Ketua Harian PP HDMI, Direktur Ma’had Aly Raudhotul Qur’an Azzam Sako Banyuasin)
Khutbah ke-1
الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا الله وَحْدَه لَاشَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ اْلمُبِيْن. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَـمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صادِقُ الْوَعْدِ اْلأَمِيْن. أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
Hadirin Jama’ah Jum’ah yang dirahmati Allah
Alhamdulillah segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan banyak nikmat dan anugrah kepada kita, bil khusus telah memberikan nikmat paling khusus, yaitu nikmat Islam dan iman. Mari kita senantiasa syukuri dan nikmati.
Sholawat dan salam senantiasa kita bacakan untuk kepada Baginda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, beliau adalah teladan sejati dalam membela hak-hak umat Islam, memerangi kezhaliman dan menjunjung tinggi kebenaran.
Hadirin yang dirahmati Allah
Pada kesempatan kali ini izinkan juga Khatib menyampaikan nasehat dan wasiat bagi diri khotib dan kepada hadirin yang dirahmati oleh Allah subhanahu wa ta’ala untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah rasa sayang kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala takut kepada azabnya Allah dan senantiasa mengikuti dan melaksanakan perintah Allah subhanahu wa ta’ala dan menjauhi larangan-larangannya.
Hadirin yang dirahmati Allah
Izinkan khotib Pada kesempatan kali ini menyampaikan suatu tema yaitu Kipah Santri dan Masa Depan Indonesia.
Hadirin yang dirahmati Allah
Pada 2 hari yang lalu tepat nya 22 oktober 2025 kita diingatkan dengan hari santri, hari penghormatan kepada santri dan para ulama yang turut membantu dalam kemerdekaan Republik Indonesia dan memperjuangakannya, dengan resolusi jihadnya.
Kenapa dipilih 22 oktober, Pada 22 Oktober 1945, KH. Hasyim Asy’ari (Pendiri Nahdlatul Ulama) mengeluarkan Resolusi Jihad di Surabaya. Isinya adalah fatwa kewajiban berperang (jihad) melawan pasukan Sekutu yang ingin menjajah kembali Indonesia setelah Proklamasi 17 Agustus 1945.
Fatwa tersebut mewajibkan:“Jihad fi sabilillah untuk mempertahankan kemerdekaan hukumnya fardhu ‘ain bagi setiap muslim yang berada dalam radius sekitar 94 km dari lokasi pertempuran.”
Hadirin yang dimuliakan Allah
Bangsa ini memiliki aset besar bernama santri, generasi yang terdidik dalam ilmu, adab, dan perjuangan. Peran santri bukan fenomena hari ini saja, tetapi telah tertulis dalam sejarah peradaban Islam dan Indonesia.
Allah Subhānahu wa Ta‘ālā berfirman:
﴿ يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ﴾
(QS. Al-Mujādalah: 11)
Syaikh Wahbah mengatakanAllah meninggikan derajat orang-orang beriman baik di dunia maupun di akhirat dengan memberikan bagian (kebaikan) mereka secara sempurna. Dan secara khusus Allah meninggikan pula derajat para ulama dengan kedudukan yang sangat mulia di dunia, serta dengan ganjaran pahala di akhirat. Maka barang siapa mengumpulkan antara keimanan dan ilmu, Allah mengangkatnya dengan imannya beberapa derajat, lalu mengangkatnya lagi dengan ilmunya beberapa derajat. Termasuk dalam bentuk pengangkatan itu adalah pemuliaan kedudukan mereka di dalam majelis-majelis. Dan Allah Maha Mengetahui siapa yang berhak atas derajat itu dan siapa yang tidak berhak, Dia Maha Mengetahui keadaan dan niat seluruh hamba-Nya, serta akan membalas semua amal mereka, baik maupun buruk.”[1]
Ayat ini menegaskan bahwa santri yang berilmu adalah pilar peradaban, bukan sekadar penuntut ilmu.
- Santri sebagai Aset bangsa dalam menjaga Aqidah dan Moral Bangsa
Rasulullah ﷺ bersabda:
«العلماء ورثة الأنبياء»
(HR. Tirmidzi)
Warisan para nabi bukan kekuasaan dan harta, melainkan risalah tauhid dan akhlak.
Allah Ta’ala berfirman:
﴿ وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ ﴾
(QS. Ali ‘Imran: 104)
Santri adalah “ummatun yad‘uun ila al-khair” — mereka yang menyeru kepada kebaikan.
Dalam Tafsir Al-Qurthubi menjelaskan bahwa orang-orang yang memerintahkan (kepada kebaikan) haruslah merupakan kalangan ulama (orang yang berilmu), karena tidak semua manusia itu ulama.”[2]
- Santri sebagai Penegak Ilmu dan Peradaban
Allah memuji ahli ilmu:
﴿ شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ ﴾
(QS. Ali ‘Imran: 18)
Para ulama santri bukan hanya mengajarkan kitab kuning, tetapi menjadi sumber legitimasi keilmuan yang menyelamatkan umat dari kebingungan zaman.
Dalam Tafsirnya Syaikh As-sa’di menjelasakan maksud ayat ini, Kesaksian para ulama (terhadap tauhid) karena merekalah rujukan dalam seluruh urusan agama, khususnya dalam urusan yang paling agung, paling mulia, dan paling luhur, yaitu tauhid. Seluruh mereka, dari generasi pertama sampai generasi terakhir, telah sepakat atas tauhid itu, menyeru kepada-Nya, dan menjelaskan kepada manusia jalan-jalan yang mengantarkan kepadanya. Maka wajib bagi seluruh manusia untuk berpegang teguh pada ajaran yang telah disaksikan ini dan mengamalkannya.
Dalam hal ini terdapat dalil bahwa perkara yang paling mulia adalah ilmu tauhid, karena Allah sendiri yang menjadi saksi atasnya, dan Dia juga menjadikan hamba-hamba pilihan-Nya sebagai saksi atasnya. Dan kesaksian itu tidaklah terjadi kecuali atas dasar ilmu dan keyakinan yang kuat, bagaikan seseorang yang menyaksikan sesuatu dengan matanya sendiri. Maka dari itu, ini menunjukkan bahwa siapa saja yang belum mencapai derajat yakin seperti ini dalam ilmu tauhid, maka ia belum termasuk golongan ulul ‘ilm (orang-orang berilmu sejati).[3]
Rasulullah ﷺ bersabda:
«من سلك طريقاً يلتمس فيه علماً سهّل الله له به طريقاً إلى الجنة»
(HR. Muslim)
Ilmu yang benar melahirkan peradaban yang berkah.
- Santri sebagai Penjaga Negeri dan Kebangsaan
Peran santri bukan hanya spiritual tetapi juga kebangsaan. Resolusi Jihad 1945 menjadi bukti bahwa cinta tanah air bagian dari iman.
Allah menegaskan:
﴿ وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى ﴾
(QS. Al-Māidah: 2)
Santri menjaga negeri dengan ta’awun dan tanggung jawab sosial. Santri hendaknya berkolaborasi dan bersinergi dengan elemen bangsa lainnya dalam menjaga dan merawat bangsa dan negara ini, karena begitu besar bangsa ini tidak dapat diurus hanya satu unsur saja. hendaknya para santri bermanfaat bagi masyrakat dan juga negara sebagaimana diungkapkan oleh Rasulullah saw siapakah orang terbaik itu, yakni orang yang paling bermanfaat.
Rasulullah ﷺ bersabda:
«خير الناس أنفعهم للناس»
(HR. Thabrani)
Santri bermanfaat bagi umat bukan hanya di pesantren, tapi di tengah bangsa. Beberapa santri sudah banyak mengisi pos-pos dan jabatan strategis dan penting dalam negara kita, semoga setidaknya itu sudah cukup bukti bagaimana kiprah para santri.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah…
Untuk menjemput masa depan bangsa, santri harus memiliki tiga modal strategis:
- Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai Pedoman
﴿ إِنَّ هَٰذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ ﴾
Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus ….., [Al Isra”:9]
- Ilmu yang Melahirkan Adab
«إنما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق (HR. Malik)
- Kiprah untuk Negeri
﴿ وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ ﴾
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. [Al Anbiya”:107]
Syaikh Wahbah mengatakan,
“Dan Kami tidak mengutusmu (wahai Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam. Artinya: Kami tidak mengutusmu, wahai Muhammad, kecuali sebagai rahmat bagi seluruh makhluk, baik manusia maupun jin. Sebab ajaran yang engkau bawa menjadi sebab kebahagiaan mereka, serta menjadi jalan bagi kebaikan kehidupan mereka di dunia dan di akhirat.”[4]
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
[1] Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir fi al-‘Aqidah wa al-Syari‘ah wa al-Manhaj, Juz 28, halaman 41, Beirut: Dar al-Fikr, cetakan ke-2.
[2] Al-Qurthubi, Tafsir al-Jami‘ li Ahkam al-Qur’an (Tafsir al-Qurthubi), jilid 4, halaman 165, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
[3] bdurrahman bin Nashir as-Sa‘di, Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan (Tafsir as-Sa‘di), halaman 124, Riyadh: Maktabah ar-Rushd.
[4] Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir fi al-‘Aqidah wa al-Syari‘ah wa al-Manhaj, Juz 17, halaman 143, Beirut: Dar al-Fikr, cetakan ke-2.
