Teks Khutbah Jum’at “Keutamaan Sikap Qona’ah (Merasa Cukup) atas Nikmat Allah”
Teks Khutbah Jum’at
“Keutamaan Sikap Qona’ah (Merasa Cukup) atas Nikmat Allah”
Oleh Dr. Derysmono, B.Sh., S.Pd.I., M.A.
(CEO adaustadzh.com, Ketua Harian PP HDMI, Direktur Ma’had Aly Raudhotul Qur’an Azzam Sako)
Khutbah ke-1
الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا الله وَحْدَه لَاشَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ اْلمُبِيْن. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَـمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صادِقُ الْوَعْدِ اْلأَمِيْن. أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
Hadirin Jama’ah Jum’ah yang dirahmati Allah
Alhamdulillah segala puja dan puji syukur atas kehadirat Allah swt yang Maha kuasa, yang telah memberikan nikmat, karunia kepada kita semua, Allah memberi tanpa pamrih, mengasihi tanpa pilih kasih,
Shalawat dan salam kepada Rasul mulia, teladan utama sepanjang masa, tiada lain adalah baginda Rasulullah saw, pendidik sejati, telah mengisi sejarah peradaban manusia tentang arti kehidupan, pentingnya meraih keutamaan dunia untuk mendapatkan akhirat, teladan dalam menjadi pribadi yang lebih baik dari hari ke hari.
Hadirin yang dirahmati Allah
Pada kesempatan kali ini izinkan juga Khatib menyampaikan nasehat dan wasiat bagi diri khotib dan kepada hadirin yang dirahmati oleh Allah subhanahu wa ta’ala untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah rasa sayang kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala takut kepada azabnya Allah dan senantiasa mengikuti dan melaksanakan perintah Allah subhanahu wa ta’ala dan menjauhi larangan-larangannya.
Hadirin yang dirahmati Allah
Izinkan khotib Pada kesempatan kali ini menyampaikan suatu tema yaitu Keutamaan Sikap Qona’ah (Merasa Cukup) atas Nikmat Allah.
Hadirin yang dirahmati Allah
Dalam kehidupan yang penuh dengan kompetisi duniawi ini, manusia seringkali terjerat dalam nafsu tak berujung untuk terus menambah harta, jabatan, dan kenikmatan dunia. Namun, Islam mengajarkan kepada kita sebuah akhlak agung yang menjadi sebab ketenangan hati dan kecukupan jiwa, yakni qona’ah, yaitu merasa cukup dengan pemberian Allah, tanpa iri kepada milik orang lain.
Rasulullah ﷺ bersabda:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ، وَرُزِقَ كَفَافًا، وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ
“Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, diberi rezeki yang cukup, dan Allah menjadikannya qana’ah terhadap apa yang diberikan kepadanya.”
(HR. Muslim)
قال ابن حجر: “ومعنى الحديث: أن من اتصف بتلك الصفات حصل على مطلوبه، وظفر بمرغوبه في الدنيا والآخرة” فتح الباري لابن حجر: [11/275])
Ibnu Hajar berkata:
“Makna hadits ini adalah bahwa siapa saja yang memiliki sifat-sifat tersebut, maka ia akan memperoleh apa yang dicita-citakannya, dan meraih keinginannya di dunia dan akhirat.”[1]
وقال المباركفوري: “«كِفافًا» أي: ما يكف من الحاجات، ويدفع الضرورات. «وقنَّعه الله» أي: جعله قانِعًا بما آتاه” (تحفة الأحوذي: [4/508]
Al-Mubārakfūrī berkata:
“’Kifāfan’ artinya adalah sesuatu yang mencukupi kebutuhan dan menolak kondisi darurat. ‘Dan Allah menjadikannya qāni’ (merasa cukup)’ maksudnya adalah Allah menjadikannya ridha terhadap apa yang diberikan kepadanya.”[2]
Ma’āsyiral Muslimīn,
Qona’ah bukan berarti pasrah tanpa usaha, tetapi ridha terhadap hasil dari usaha halal yang dilakukan. Ia adalah kekayaan sejati. Rasulullah ﷺ bersabda:
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
“Kekayaan bukanlah banyaknya harta, tetapi kekayaan sejati adalah kekayaan jiwa.”
(HR. al-Bukhari dan Muslim)
Sikap qona’ah melahirkan ketenangan, menjauhkan dari iri, hasad, dan tamak, serta menumbuhkan syukur kepada Allah ﷻ.
Allah ﷻ berfirman:
وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَىٰ مَا مَتَّعْنَا بِهِۦٓ أَزْوَٰجًا مِّنْهُمْ زَهْرَةَ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا
“Dan janganlah engkau tujukan pandanganmu kepada apa yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka berupa perhiasan kehidupan dunia.”
(QS. Ṭāhā: 131)
Dalam Ayat lainnya dinyatakan
﴿ فَلَا تُعْجِبْكَ أَمْوَالُهُمْ وَلَا أَوْلَادُهُمْ ۚ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ بِهَا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَتَزْهَقَ أَنْفُسُهُمْ وَهُمْ كَافِرُونَ ﴾ [سورة التوبة: ٥٥]
Terjemahan:
“Maka janganlah engkau kagum terhadap harta dan anak-anak mereka. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan dunia dan agar nyawa mereka melayang dalam keadaan mereka kafir.”
(QS. At-Taubah: 55)
Ma’āsyiral Muslimīn,
Orang yang qona’ah akan hidup tenteram. Ia tidak dibebani ambisi duniawi yang melampaui batas. Ia mensyukuri nikmat yang ada, meski sedikit, karena ia tahu bahwa nikmat sejati adalah ridha Allah, bukan tumpukan dunia.
Rasulullah ﷺ pernah bersabda kepada sahabat:
ارضَ بما قَسَمَ اللهُ لك تكن أغنى الناس
“Ridhalah terhadap apa yang Allah tetapkan bagimu, niscaya engkau menjadi manusia terkaya.” (HR. at-Tirmidzi)
قال المناوي:
«وارضَ بما قسم الله لك» أي: أعطاك «تكن أغنى الناس» فإنَّ من قنع بما قسم له، ولم يطمع فيما في أيدي الناس استغنى عنهم، ليس الغنى بكثرة العرض، ولكن الغنى غنى النفس (التيسير بشرح الجامع الصغير: [1/27])
Al-Manāwī berkata:
“‘Ridhalah terhadap apa yang Allah tetapkan untukmu’, maksudnya adalah apa yang Allah berikan kepadamu. ‘Niscaya engkau menjadi manusia terkaya’, karena siapa yang merasa cukup dengan apa yang telah ditetapkan untuknya dan tidak tamak terhadap apa yang ada di tangan manusia, maka ia akan merasa cukup dari (bergantung kepada) mereka. Kekayaan itu bukan pada banyaknya harta benda, melainkan kekayaan yang sesungguhnya adalah kekayaan jiwa.”
(At-Taysīr bi Syarḥ al-Jāmi‘ aṣ–Ṣaghīr: [1/27])
Betapa banyak orang yang bergelimang harta tapi hatinya resah. Sebaliknya, ada orang yang hidup sederhana, tetapi hatinya lapang dan damai.
Ma’āsyiral Muslimīn Rahimakumullāh,
Mari kita tanamkan sikap qona’ah dalam kehidupan. Sebab qona’ah:
- Membentengi dari sifat tamak yang merusak.
- Mengantar pada syukur, yang menambah nikmat.
- Menjadi sebab kecintaan Allah dan manusia.
Rasulullah ﷺ bersabda:
ازْهَدْ فِي الدُّنْيَا يُحِبُّكَ اللَّهُ، وَازْهَدْ فِيمَا عِنْدَ النَّاسِ يُحِبُّكَ النَّاسُ
“Zuhudlah terhadap dunia, niscaya Allah akan mencintaimu; dan zuhudlah terhadap apa yang ada di tangan manusia, niscaya manusia akan mencintaimu.”
(HR. Ibnu Majah)
Bagaimana kita dapat menjadi orang yang qona’ah?
قال النبيُّ ﷺ:
«مَنْ أَصْبَحَ وَأَمْسَى آمِنًا فِي سِرْبِهِ، مُعَافًى فِي بَدَنِهِ، عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ؛ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا بِحَذَافِيرِهَا»
[رواه الترمذي وغيره، وهو حديث حسن]
Artinya:
“Barang siapa yang di pagi dan petang harinya dalam keadaan aman di tempat tinggalnya, sehat badannya, dan memiliki makanan pokok untuk hari itu, maka seakan-akan dunia seluruhnya telah dikumpulkan untuknya.”
(HR. at-Tirmiżī dan lainnya)
وقال المُنَاوِي:
«عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ» أَيْ: غَدَاؤُهُ وَعَشَاؤُهُ الَّذِي يَحْتَاجُهُ فِي يَوْمِهِ ذَلِكَ. (فيض القدير
Al-Manāwī berkata:
“‘Memiliki makanan pokok untuk hari itu’ maksudnya adalah ia memiliki makanan pagi dan malam yang ia butuhkan pada hari itu.”
Mudah-mudahan kita tergolong orang yang qona’ah, bersyukur atas nikmat, dan dijauhkan dari kerakusan dunia yang menjerumuskan. Āmīn.
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
[1] (Fath al-Bārī, Ibnu Hajar: [11/275])
[2] (Tuhfah al-Ahwadzī: [4/508])
