Teks Khutbah Jum’at “Merenungi Tujuan Hidup. Di Dunia ini, Apa Hendak Dicari?”
5 mins read

Teks Khutbah Jum’at “Merenungi Tujuan Hidup. Di Dunia ini, Apa Hendak Dicari?”

Teks Khutbah Jum’at

“Merenungi Tujuan Hidup. Di Dunia ini, Apa Hendak Dicari?”

Oleh Dr. Derysmono, B.Sh., S.Pd.I., M.A.

(Wakil Ketua 1 STAI  Dirosat Islamiyah Al-Hikmah Jakarta, CEO adaustadzh.com, Direktur surat kabar lintasiman.com,  Ketua Harian PP HDMI, Direktur Ma’had Aly Raudhotul Qur’an Azzam Sako Banyuasin)

 

Khutbah ke-1

الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا الله وَحْدَه لَاشَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ اْلمُبِيْن. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَـمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صادِقُ الْوَعْدِ اْلأَمِيْن. أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ

 

Hadirin Jama’ah Jum’ah yang dirahmati Allah

Alhamdulillah segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan banyak nikmat dan anugrah kepada kita, bil khusus telah memberikan nikmat paling khusus, yaitu nikmat Islam dan iman. Mari kita senantiasa syukuri dan nikmati.

Sholawat dan salam senantiasa kita bacakan untuk kepada Baginda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, beliau adalah teladan sejati dalam membela hak-hak umat Islam, memerangi kezhaliman dan menjunjung tinggi kebenaran.

Hadirin yang dirahmati Allah

Pada kesempatan kali ini izinkan juga Khatib menyampaikan nasehat dan wasiat bagi diri khotib dan kepada hadirin yang dirahmati oleh Allah subhanahu wa ta’ala untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah rasa sayang kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala takut kepada azabnya Allah dan senantiasa mengikuti dan melaksanakan perintah Allah subhanahu wa ta’ala dan menjauhi larangan-larangannya.

Hadirin yang dirahmati Allah

Izinkan khotib Pada kesempatan kali ini menyampaikan suatu tema yaitu Merenungi Tujuan Hidup. Di Dunia ini, Apa hendak dicari?.

Hadirin yang dirahmati Allah

Dalam Al-Quran Allah ingatkan kita dengan firman-Nya yaitu dalam Surat Āli ‘Imrān (3) ayat 185

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati, dan sesungguhnya pada hari Kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Maka barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh ia telah beruntung. Dan kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”

Hadirin yang dirahmati Allah

“(المتاع) ialah segala sesuatu yang dinikmati dan dimanfaatkan, baik berupa barang yang dijual maupun dibeli. (الغرور) berasal dari kata gharrahu yang berarti menipunya; secara bahasa bermakna tipu daya dan penyesatan.
Maksudnya: dunia itu seperti barang dagangan yang dibeli karena tertipu oleh hiasan dan tipuan, lalu setelah itu ternyata ia rusak dan tidak berharga.
Menurut Sa‘īd bin Jubair, ayat ini maksudnya adalah: “Sesungguhnya hal itu hanya berlaku bagi orang yang lebih mengutamakan dunia daripada akhirat. Adapun bagi orang yang menjadikan dunia sebagai sarana untuk mencari akhirat, maka dunia itu adalah bekal yang bermanfaat.”[1]

Mari kita merenungi sejenak: Untuk apa sebenarnya kita hidup di dunia ini?
Apa yang hendak kita cari di dunia yang fana ini?
Sebagian orang hidup mengejar harta, jabatan, dan kenikmatan. Namun seringkali lupa, bahwa dunia hanyalah tempat singgah sementara, bukan tempat tinggal selamanya.

Allah ﷻ berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.”
(QS. Adz-Dzariyat [51]: 56)

Syaikh wahbah Zuhaili mengatakan : “إِلَّا لِيَعْبُدُونِ” — Kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku —, maksudnya: “kecuali agar Aku perintahkan mereka untuk beribadah, dan agar mereka benar-benar beribadah kepada Allah secara nyata, bukan karena Aku membutuhkan mereka.”
Maka apabila sebagian dari mereka berpaling atau lalai, baik sedikit maupun banyak, maka akibat (dosa) dari perbuatannya itu kembali kepada dirinya sendiri.”[2]

Inilah tujuan utama hidup manusia: beribadah kepada Allah.
Segala aktivitas hidup – bekerja, belajar, berkeluarga – seharusnya bernilai ibadah bila diniatkan karena Allah.

Namun sayang, banyak manusia terjebak dalam kesibukan dunia hingga lupa tujuan akhirnya.
Padahal Allah telah mengingatkan:

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ

“Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau, perhiasan, saling bermegah di antara kamu serta berlomba-lomba dalam harta dan anak-anak.”
(QS. Al-Hadid [57]: 20)

Ma’asyiral Muslimin,

Orang yang bijak adalah mereka yang sadar bahwa dunia hanyalah jalan menuju akhirat.
Karena itu, Rasulullah ﷺ bersabda:

كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ

“Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau seorang pengembara.”
(HR. Bukhari)

Maksudnya, janganlah terlalu tamak terhadap dunia, jangan tertipu dengan gemerlapnya, karena semua akan ditinggalkan.
Yang akan menemani kita hanyalah amal ibadah dan ketakwaan.

Maka marilah kita isi hidup ini dengan ibadah, rasa syukur, dan kembali kepada Allah.
Karena hakikat kebahagiaan bukanlah banyaknya harta, tapi tenangnya hati yang bersyukur dan qana’ah.

Allah ﷻ berfirman:

لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ

“Jika kamu bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat) kepadamu.”
(QS. Ibrahim [14]: 7)

Menurut al-Ḥasan, maknanya: “Jika kalian bersyukur atas nikmat-Ku, niscaya Aku akan menambah kalian dalam ketaatan kepada-Ku.”
Sedangkan Ibnu ‘Abbās berkata: “Jika kalian mentauhidkan-Ku dan taat kepada-Ku, niscaya Aku akan menambah kalian dalam pahala.”
Makna dari semua pendapat tersebut berdekatan maksudnya, dan ayat ini menegaskan bahwa rasa syukur adalah sebab bertambahnya nikmat.[3]

Dan juga:

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.”
(QS. Ar-Ra’d [13]: 28)

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Hidup ini singkat. Waktu terus berjalan, setiap detik mendekatkan kita kepada kematian.
Maka janganlah kita tertipu oleh gemerlap dunia. Jadikan dunia ini ladang untuk menanam amal kebaikan, agar di akhirat kita menuai pahala dan kebahagiaan abadi.

Allah ﷻ berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلتَنظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap jiwa memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok.”
(QS. Al-Hasyr [59]: 18)

Mari kita jadikan setiap hari kesempatan untuk mendekat kepada Allah, memperbanyak dzikir, sedekah, dan amal saleh.
Karena kelak kita semua akan kembali kepada-Nya:

إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

“Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya lah kami kembali.”
(QS. Al-Baqarah [2]: 156)

Semoga Allah menjadikan kita hamba yang bersyukur dalam kelapangan, sabar dalam kesempitan, dan istiqamah dalam ibadah hingga akhir hayat.

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

 

 

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا   أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ   اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

 

[1] Wahbah az-Zuḥailī, At-Tafsīr al-Munīr fī al-‘Aqīdah wa al-Syarī‘ah wa al-Manhaj, jilid 4 (Beirut: Dār al-Fikr al-Mu‘āṣir, 1991), h. 191.

[2] Wahbah az-Zuḥailī, At-Tafsīr al-Munīr fī al-‘Aqīdah wa al-Syarī‘ah wa al-Manhaj, jilid 27 (Beirut: Dār al-Fikr al-Mu‘āṣir, 1998), h. 46.

[3] Abū ‘Abdillāh Muḥammad bin Aḥmad al-Anṣārī al-Qurṭubī, Al-Jāmi‘ li Aḥkām al-Qur’ān (Tafsīr al-Qurṭubī), juz 9 (Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2006), h. 343.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *